Minggu, 26 Desember 2010

Data koperasi di daerah Bali

DATA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) DAN
KOPERASI YANG MENGELOLA SIMPAN PINJAM
Total = 1789 Data
No. Propinsi Kabupaten/Kota Kecamatan Nama Lembaga Alamat Desa Detail
1 Bali Badung MENGWI KOPERASI SARI SEDANA UTAMA JL JOMPIRING NO 14 DS PEMEBATAN KAPAL KAPAL Detail

2 Bali Badung MENGWI KSU SARINING PENGA WETU ARTHA BR DUKUH PANDEAN MENGWI MENGWI Detail

3 Bali Badung DENPASAR SEL KOPERASI PALDAM IX UDAYANA KESATRIAN PRAJARAKGAKA BAYPAS NG. RAI PEMOGAN Detail

4 Bali Badung MENGWI KSU GANESH BALI JL RAYA ABIANBASE MENGWI BADUNG ABIANBASE Detail

5 Bali Badung KUTA KOPWAN PLAZA BALI JL BY PASS NUSADUA NO 10X TUBAN DPS TUBAN Detail

6 Bali Badung DENPASAR BRT KOP "TIRTA MERTHA" PDAM BADUNG JLN. JAYAKARTA NO. 5 DENPASAR DAUH PURI KAJA Detail

7 Bali Badung KUTA KOPDIT TABHIRA JL.ASEMAN BAGUS TIBUBENENG Detail

8 Bali Badung KUTA PUSKOP KREDIT BALI ARTHA GUNA RUKO DALUNG BLOK A21 DALUNG Detail

9 Bali Bangli TEMBUKU KSP DHANA MUKTI KOMPLEK PASAR YANGAPI, TEMBUKU BANGLI PENINJOAN Detail

10 Bali Bangli TEMBUKU KOPERASI MANGGALA BR.METRA TENGAH, JL PENDAWA 4 YANGADI YANGADI Detail

11 Bali Bangli TEMBUKU KOP PS METRA MADI (KOPPAS) DSN ALERDA TENGAH YANGAPI Detail

12 Bali Bangli TEMBUKU KOPERASI WINYA RAMA DSN TAMBAHAN BAKAS BANGLI JENGTEM Detail

13 Bali Bangli TEMBUKU SENTANA MANIK BINGIN UNDISAN TEMBUKU BANGLI UNDISAN Detail

14 Bali Bangli SUSUT KSP SEDANA YOGA BR LUMBAAN SULAHAN SULAHAN Detail

15 Bali Bangli SUSUT MITRA ARTHA PRIMA KOMPLE PASAR KAYUAMBUA BANGLI TIGA Detail

16 Bali Bangli SUSUT KOP SERBA USAHA LAKSMI PRIYA DUSUN / BR SELAT TENGAH SUSUT SUSUT Detail

17 Bali Bangli SUSUT WERDHI SENTANA BR TANGGAHAN TENGAH SULAHAN Detail

18 Bali Bangli KINTAMANI RESTU DANA WASKITA - SONGAN Detail

19 Bali Bangli lamtaman KOPERASI TANI DHARMA SEDOMA - SEKARDADI Detail

20 Bali Bangli KINTAMANI KOPERASI TANI MULIA SARI BELANTIH BELANTIH Detail

21 Bali Bangli SUSUT KOVERI DHAMA AKTA 45 SUSUT - Detail

22 Bali Bangli SUSUT KPN SINAR MERTHA - SULAHAN Detail

23 Bali Bangli BANGLI KSP KERTHA YOGA TERMINAL LOKA GRANA BANGLI KAWAN Detail

24 Bali Bangli BANGLI KPN SARI KENCANA JL. BRIGJEN NGURAH RAI NO 44 KAWAN Detail

25 Bali Bangli BANGLI KPN BUDIDAYA JL. LETTU SABUT NO. 9 BANGLI KAWAN Detail

26 Bali Bangli BANGLI KPN PENGANYOMAN JL. BIOJEN NGURAHRAI NO 61 - Detail

27 Bali Bangli BANGLI KPN MERTHA SEDANA KARYA JL. BRIGJEN NGURAH RAI NO. 36 BANGLI KAWAN Detail

28 Bali Bangli BANGLI KOPERASI KALPATARU DIN PERTANIAN PERKEBUNAN & KEHUTANAN - Detail

29 Bali Bangli BANGLI PRIMKOPAD KODIM 1626 BANGLI JL. NGURAH RAI NO 69 BANGLI BLUNGBANG Detail

30 Bali Bangli BANGLI - JL. MERDEKA BANGLI KAWAN Detail

31 Bali Bangli BANGLI KPN NIRMALA JL. BRIGJEN NGURAH RAI BANGLI KAWAN Detail

32 Bali Bangli BANGLI KOP PN HITA DHARMA KERTI JL. BRIGJEN NGURAH RAI NO. 78 BANGLI BEBALANG Detail

33 Bali Bangli TEMBUKU KOP MANGGALA DESA YANGAPI BR. METRA LENGAH JL. PENDAWA 4 YANGAPI YANGADI Detail

34 Bali Bangli BANGLI KOP PENGAYOMAN RUTAN BANGLI JL. MERDEKA NO. 95 BANGLI KAWAN Detail

35 Bali Bangli BANGLI - - KAWAN Detail

36 Bali Buleleng SUKASADA KSU JOHOR DESA PANJI KEC. SUKADANA PANJI Detail

37 Bali Buleleng BULELENG KSU DAGANG NEGARA JL. LAKSAMANA BARAT 55 DENPASAR PEMARON Detail

38 Bali Buleleng SUKASADA KSU TUNAS MUDA DESA GIT GIT KEC SUKADANA GIT GIT Detail

39 Bali Buleleng SUKASADA KPN SADA SUKASADA JL JELANTIK GINSIR SUKASADA SINGARAJA SUKASADA Detail

40 Bali Buleleng BANJAR KSP DARMA KUSUMA DESA BANJAR KAB. BULELENG BANJAR Detail

41 Bali Buleleng SERIRIT KSP BUDHI KARYA JL. DIPONEGORO GG RATNA NO 9 SERIRIT SERIRIT Detail

42 Bali Buleleng SERIRIT KPN DANA DARMITA JL DIPONEGORO NO 98 SEKIRIT KAB BULELENG SERIRIT Detail

43 Bali Buleleng BULELENG KOPERASI WANITA SRIKANDI JL PAHLAWAN BANJAR TEGAL KAB BULELENG BANJAR TEGAL Detail

44 Bali Buleleng SERIRIT KOPTAN TUMBUH MEKAR DESA JOANYAR KEC. SERIRIT KAB. BULELENG JOANYAR Detail

45 Bali Buleleng BANJAR KOPKAR NIRMALA TIRTA YPN BANJAR BANJAR SEKAR Detail

46 Bali Buleleng BULELENG SETIA BUDHI KPN JL AHMAD YANI NO 90 SINGARAJA BANYUASRI Detail

47 Bali Buleleng BULELENG KSP LINTAS DESA PADA PAYU JL. P. KOMODO NO. XX SINGARAJA BAHYUNING Detail

48 Bali Buleleng SAWAN KOPTAN MANIK GALIH DUSUN NANGKA, DESA LEMUKIH LEMUKIH Detail

49 Bali Buleleng SAWAN KUD DHARMA PERKASA DESA BUNGKULANG KEC. SAWAN BUNGKULAN Detail

50 Bali Buleleng BULELENG KSU WIRA DARMA JL. AHMAD YANI NO. 198 SINGARAJA BANYUASRI Detail

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Data koperasi di Daerah Bali.
Nama : David bernato
Npm : 13209618/2 Ea07

Perkembangan pembangunan koperasi di Indonesia

KOPERASI SEBAGAI SOKOGURU EKONOMI
Pembangunan Koperasi Indonesia
Keberadaan koperasi di Indonesia hingga saat ini masih
ditanggapai dengan pola pikir yang sangat beragam. Hal seperti itu
wajar saja. Sebab, sebagai seperangkat sistem kelembagaan yang
menjadi landasan perekonomian kita, koperasi akan selalu
berkembang dinamis mengikuti berbagai perubahan lingkungan.
Dinamika itulah yang mengundang lahirnya beraneka pola pikir
tersebut. Gejala seperti itu justru sangat posisitf bagi proses
pendewasaan koperasi.
Jika kita kembali pada definisi yang ada, koperasi Indonesia
telah diberi devinisi sebagai bentuk lembaga ekonomi yang
berwatak sosial. Dalam lingkup pengertian seperti itu, banyak pihak
yang menafsirkan koperasi Indonesia semata-mata hanya sebagai
suatu lembaga dalam arti yang sempit, yaitu organisasi atau badan
hukum yang menjalankan aktivitas ekonomi dengan tujuan
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Padahal menurut pasal 33 UUD 1945, koperasi ditetapkan
sebagai bangun usaha yang sesuai dalam tata ekonomi kita
berlandaskan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu seyogyanya
koperasi perlu dipahami secara lebih luas yaitu sebagai suatu
kelembagaan yang mengatur tata ekonomi kita berlandaskan jiwa
dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Jiwa dan semangat
kebersamaan serta kekeluargaan itulah yang perlu ditempatkan
sebagai titik sentral dalam memahami pasal 33 UUD 1945 beserta
penjelasannya secara lebih luas dan mendasar.
Dengan pemahaman demikian, jelaslah bahwa dalam
demokrasi ekonomi jiwa dan semangat kebersamaan dan
kekeluargaan juga harus dikembangkan dalam wadah pelaku
ekonomi lain, seperti BUMN dan swasta, sehingga ketiga wadah
pelaku ekonomi tersebut dijamin keberadaannya dan memiliki hak
hidup yang sama di negeri ini.
Selanjutnya timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya upaya
kita menterjemahkan pengertian koperasi ke dalam konsep
sokoguru perekonomian kita? Jawaban sementara dapat
diketengahkan sebagai berikut, “jika kita ingin membangun
pengertian dalam lingkup konsep sokoguru perekonomian nasional
kita, maka intinya adalah bagaimana mengupayakan agar jiwa dan
semangat kebersamaan dan kekeluargaan tersebut secara substantif
barada dan mewarnai kehidupan dari ketiga wadah pelaku
ekonomi.”
Jadi membangun sokoguru perekonomian nasional berarti
membangun badan usaha koperasi yang tangguh, menumbuhkan
badan usaha swasta yang kuat dan mengembangkan BUMN yang
mantap secara simultan dan terpadu dengan bertumpu pada Trilogi
Pembangunan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat banyak. Karena pemahaman dan pemikiran terhadap
koperasi dalam arti yang luas dan mendasar seperti dimaksudkan
63
dalam pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, memang sangat
diperlukan. Apalagi, dalam menghadapi berbagai perubahan dan
tantangan pembangunan kita di masa yang akan datang.
Seperti telah kita sadari bersama bahwa dalam era tinggal
landas nanti, untuk mewujudkan perekonomian yang berlandaskan
Trilogi Pembangunan setidak-tidaknya terdapat tiga tantangan
besar yang perlu diantisipasi oleh ketiga wadah pelaku ekonomi,
yaitu;
1. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam situasi proses
globalisasi ekonomi yang makin meluas.
2. Mempercepat pemerataan yang makin mendesak mengingat
36,2 juta rakyat masih berada di bawah garis kemiskinan.
3. Memelihara kesinambungan kegiatan pembangunan yang
stabil dan dinamis dalam rangka mengantisipasi kemungkinan
adanya berbagai kendala yang menghambat upaya kita
menjawab kedua tantangan di atas.
Untuk menjawab dengan tepat tantangan tersebut di atas,
diperlukan komitmen dan tanggungjawab yang besar dari ketiga
wadah pelaku ekonomi tersebut. Kongkritnya adalah peningkatan
dan pematangan integrasi ketiga wadah pelaku ekonomi, yang
dilandaskan atas jiwa dan semangat kekeluargaan dan
kebersamaan. Proses integrasi tersebut adalah proses hubungan
keterkaitan integratif yang telah dan sedang dilaksanakan untuk
mengembangkan ketiga wadah pelaku ekonomi tersebut sesuai
dengan fungsinya masing-masing. Peningkatan dan pemantapan
proses integrasi tersebut mutlak harus dilaksanakan untuk
menjawab tantangan pembangunan di masa yang akan datang.
Sehubungan dengan masalah mendasar tersebut, adalah
menarik untuk dikaji pemikiran beberapa pakar yang mengatakan
bahwa dalam tata perekonomian kita yang didasarkan pada
Demokrasi Ekonomi, ketiga wadah pelaku ekonomi memang
mempunyai komitmen dan tanggungjawab yang sama terhadap
terwujudnya Trilogi Pembangunan. Namun demikian sesungguhnya
terdapat pembagian kerja bagi masing-masing wadah pelaku
ekonomi tersebut. Pembagian kerja tersebut merupakan
konsekuensi akibat perbedaan ciri-ciri organisasi masing-masing
wadah pelaku ekonomi tersebut. Hal ini terutama berkaitan dengan
tingkat efisiensi masing-masing wadah pelaku ekonomi tersebut
dalam mencapai salah satu unsur dari Trilogi Pembangunan.
Dilihat dari tingkat efisiensi, masing-masing wadah pelaku
ekonomi tersebut mempunyai keunggulan komparatif sendiri-sendiri
dalam mewujudkan perekonomian nasional yang berlandaskan
Trilogi Pembangunan. Melalui pemikiran tersebut di atas, dapat
dirumuskan suatu pola pembagian kerja di antara ketiga wadah
pelaku ekonomi tersebut, bukan dalam bentuk gagasan
pengkaplingan bidang usaha, melainkan dalam pembagian kerja
secara fungsional yang berlandaskan pada Trilogi Pembangunan.
Koperasi dengan sifat-sifat khas berdasarkan prinsip
kelembagaannya, nampak lebih efisien untuk melaksanakan secara
langsung tugas pokoknya di bidang pemerataan. Tentu saja hal ini
64
dilakukan dengan tidak mengabaikan tanggungjawab dan tugasnya
di bidang pertumbuhan dan stabilitas. Pemikiran tentang tugas
pokok koperasi seperti diuraikan oleh para pakar tersebut, memang
dapat merupakan rasionalisasi dari tugas koperasi yang telah secara
tegas tercantum dalam arah pembangunan jangka panjang [GBHN],
yaitu sebagai wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah agar
mereka dapat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
sekaligus dapat ikut menikmati hasil-hasilnya.
Koperasi merupakan kunci utama dalam upaya mengentaskan
anggota masyarakat kita dari kemiskinan. Dengan tugas funsional
koperasi seperti itu, diharapkan akan lebih efisien apabila fungsinya
diarahkan untuk tugas pokok memobilisasikan sumberdaya dan
potensi pertumbuhan yang ada, tanpa harus mengabaikan fungsinya
dalam mengembangkan tugas stabilitas dan pemerataan. Sedangkan
BUMN, sebagai satu wadah pelaku ekonomi yang dimiliki oleh
pemerintah, mempunyai kelebihan potensi yaitu lebih efisien dalam
tugas pokoknya melaksanakan stabilitas, sekaligus berfungsi
merintis pertumbuhan dan pemerataan.
Apabila kita dapat mengikuti pemikiran para pakar seperti
diuraikan di atas, maka akan lebih memperkuat alasan bahwa untuk
menghadapi tantangan-tantangan di masa mendatang, masingmasing
wadah pelaku ekonomi seharusnya tidak dibiarkan tumbuh
dan berkembang sendiri-sendiri. Ketiga wadah pelaku ekonomi tadi
justru harus berkembang dan saling terkait satu sama lain secara
integratif. Tanpa keterkaitan integratif seperti itu, perekonominan
nasional kita tidak akan mencapai produktivitas dan efisiensi
nasional yang tinggi. Di samping itu kita akan selalu menghadapi
munculnya kesenjangan antara tingkat pertumbuhan dan tingkat
pemerataan yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat
stabilitas nasional.
Hal ini disebabkan swasta dan BUMN, sesuai dengan ciri
organisasi dan tugasnya, memiliki peluang yang lebih besar untuk
tumbuh dan berkembang secara lebih cepat. Sedangkan koperasi,
sesuai dengan ciri-ciri dan tugasnya yang berorintasi pada upaya
peningkatan pendapatan masyarakat golongan ekonomi lemah,
tumbuh dan berkembang lebih lamban dibanding dengan kedua
wadah pelaku ekonomi.
Oleh karena itu, harus diusahakan agar tingkat pertumbuhan
koperasi dapat sejajar dan selaras dengan tingkat pertumbuhan
pihak swasta dan BUMN sehingga tercapai pertumbuhan yang
merata. Untuk itu tidak dapat dihindarkan bahwa tingkat
perkembangan koperasi pada umumnya harus secara aktif dikaitkan
dengan perkembangan yang terjadi pada wadah pelaku ekonomi
swasta dan BUMN. Sebaliknya pihak swasta dan BUMN dalam
pertumbuhannya mempunyai kewajiban untuk membantu koperasi
dengan memberikan peluang dan dorongan melalui proses belajar
yang efektif. Tentu saja bantuan tersebut tanpa harus mengganggu
prestasi dan gerak pertumbuhan swasta dan BUMN itu sendiri.
Dengan demikian koperasi, dalam proses perkembangannya, akan
65
lebih terdorong untuk berkembang lebih cepat dalam melaksanakan
tugas pokoknya sebagai wadah pemerataan dan mampu
mempertahankan perkembangannya, sehingga tidak menjadi beban
bagi swasta dan BUMN.
Kondisi semacam itu merupakan wujud nyata gambaran
pelaksanaan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan
dalam tata perekonomian nasional kita. Dalam hubungan itu tepat
apa yang dijabarkan ISEI dalam naskah penjabaran Demokrasi
Ekonomi, bahwa wadah pelaku ekonomi yang kuat tidak dihalangi
dalam upayanya memperoleh kemajuan dan perkembangan. Mereka
justru berkewajiban membantu perkembangan wadah pelaku
ekonomi lainnya yang lebih lemah. Sebaliknya pelaku ekonomi yang
lemah perlu dibantu dan diberi dorongan agar dapat lebih maju.
Dengan demikian semua pelaku ekonomi dapat tumbuh dan
berkembang bersama-sama sesuai dengan fungsinya.
Selanjutnya bentuk hubungan keterkaitan integratif tersebut
dalam pelaksanaannya harus tetap dilandaskan dan mengacu pada
prinsip-prinsip ekonomi yang rasional dalam mekanisme pasar yang
sehat. Oleh karena itu keterkaitan integratif harus dilaksanakan
tetap dalam kerangka hubungan yang saling memberi manfaat, baik
manfaat ekonomi maupun manfaat sosial. Manfaat sosial di sini
berarti bahwa secara langsung maupun tidak langsung, jangka
pendek maupun jangka panjang, pasti akan memberikan manfaat
ekonomi.
Secara lebih kongkrit bentuk keterkaitan integratif dapat
berupa tiga bentuk utama, yaitu: persaingan yang sehat,
keterkaitan mitra-usaha dan keterkaitan kepemilikan. Dalam
membahas keterkaitan integratif melalui persaingan yang sehat,
bentuk keterkaitan tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan
adanya kesepakatan untuk bersaing dengan masing-masing
mendapatkan keuntungan yang wajar tanpa harus saling merugikan.
Hal itu dapat diwujudkan, baik melalui peningkatan efisiensi
masing-masing pihak dalam mengelola sumber daya yang dimiliki
secara optimal, maupun melalui pemanfaatan peranan salah satu
wadah pelaku ekonomi sebagai pengimbang bagi pelaku ekonomi
lain dalam pelaksanaan kegiatan usaha pada bidang tertentu.
Semua langkah tersebut diorientasikan pada upaya untuk selalu
mengefisienkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dengan
tetap menerima kondisi keterkaitan satu sama lain dalam sistem
perekonomian nasional.
Salah satu contoh keterkaitan integratif seperti diuraikan di
atas dalam bentuk yang mungkin masih terus disempurnakan,
diantaranya adalah tata niaga pangan, khususnya padi dan palawija.
Dalam tata niaga pangan tersebut, telah dapat diwujudkan suatu
bentuk keterkaitan antara BUMN, koperasi dan swasta, baik sebagai
produsen maupun konsumen yang masing-masing dapat menjalakan
tugas pokoknya dan mendapatkan keuntungan serta manfaat yang
wajar sehingga mereka dapat lebih tumbuh bersama secara merata
dan saling tergantung satu sama lain.
66
Selanjutnya bentuk keterkaitan integratif lainnya dapat
bersifat komplementer atau substitusi pada suatu bidang usaha
tertentu. Keterkaitan komplementer diartikan bahwa setiap wadah
pelaku ekonomi yang masih lemah di bidang tertentu, dapat dibantu
dan diperkuat oleh wadah pelaku ekonomi lainnya yang mampu di
bidang itu, sehingga secara bertahap yang lemah tadi menjadi kuat.
Dalam hubungan itu masing-masing wadah pelaku ekonomi yang
terlibat dalam hubungan tersebut haruslah berada dalam posisi dan
kedudukan yang setaraf. Dengan demikian nilai tambah yang
dihasilkan dapat dibagi secara proporsional atau seimbang, sesuai
dengan prestasi masing-masing wadah pelaku ekonomi. Bentuk
keterkaitan Bapak–Anaka angkat, Pola PIR, adalah beberapa contoh
bentuk keterkaitan komplementer seperti diuraikan di atas.
Dalam kerangka keterkaitan substitusi tersebut apabila salah
satu wadah pelaku ekonomi, karena satu dan lain hal, tidak mampu
melakukan misi dan peranannya maka untuk sementara peranan
tersebut dapat digantikan oleh wadah pelaku ekonomi lainnya yang
lebih mampu. Dalam kaitan itu, bentuk substitusi ini dapat
dilakukan baik oleh BUMN maupun swasta besar untuk membantu
wadah pelaku ekonomi lain yang masih lemah, baik yang tergabung
dalam bentuk swasta maupun koperasi.
Selanjutnya pada saat tertentu, jika kondisinya telah
memungkinkan, BUMN dan swasta dapat secara bertahap
menyerahkan kembali kepemilikan dan pengelolaan usaha itu
kepada salah satu wadah pelaku ekonomi yang lemah tadi sesuai
dengan bidang usaha yang dikembangkannya. Apabila kegiatan
usaha tersebut menyangkut pemerataan, pemilikan dan pengelolaan
usaha tersebut diserahkan kepada koperasi. Sedangkan kegiatan
usaha yang menyangkut bidang pertumbuhan ekonomi dapat
diserahkan pada sektor swasta.
Sebagai contoh yang aktual, bentuk keterkaitan substitusi
adalah Tata Niaga Cengkeh. Karena koperasi belum mampu
melaksanakannya sendiri, tugas tersebut dilaksanakan oleh swasta
yaitu BPPC. Selanjutnya secara bertahap sesuai dengan kemampuan
koperasi, tugas tersebut diserahkan secara penuh kepada koperasi.
Ketiga bentuk keterkaitan tersebut di atas, suatu saat akan
sampai pada posisi yang lebih terintegrasi secara total, dalam
bentuk keterkaitan kepemilikan. Melalui bentuk keterkaitan
tersebut, secara bertahap koperasi dapat memilki saham
perusahaan, baik koperasi itu sendiri memilki keterkaitan usaha
secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan
dimaksud.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa integrasi ketiga
wadah pelaku ekonomi tersebut yang telah mulai dilaksanakan pada
PJPT–I ini harus terus ditekankan dan dimantapkan sebagai wadah
dasar guna menggerakkan upaya mewujudkan Trilogi Pembangunan:
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas yang secara selaras,
terpadu, saling memperkuat serta mendukung sesuai dengan
keunggulan komparatif masing-masing wadah pelaku ekonomi
tersebut di masa mendatang.
67
Dari keseluruhan pola pikir seperti diuraikan tersebut di atas,
maka jelaslah bahwa dalam tatanan perekonomian nasional,
koperasi Indonesia pada dasarnya mempunyai fungsi yang sarat
dengan misi pembangunan, terutama terwujudnya pemerataan.
Koperasi Indonesia merupakan bagian integral dari sistem
pembangunan nasional kita. Peranan itu memang susuai dengan
ketetapan mengenai fungsi koperasi sebagaimana tercantum dalam
Undang-undang nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok
Perkoperasian yang menegaskan bahwa koperasi sebagai alat
perjuangan ekonomi guna mempertinggi kesejahteraan rakyat
banyak.
Dari kerangka pendekatan dan pemikiran yang bersifat
integral di atas, maka jelaslah bahwa koperasi Indonesia adalah
suatu badan usaha yang seharusnya dapat bergerak di bidang usaha
apa saja sepanjang orientasinya adalah untuk meningkatkan usaha
golongan ekonomi lemah. Koperasi ini pada gilirannya akan
memberikan dampak berupa peningkatan kesejahteraan mereka.
Orientasi usaha seperti itulah yang merupakan salah satu ciri sosial
dari koperasi yang membedakannya dengan badan usaha lainnya.
Dalam hubungan ini perlu juga adanya kejelasan terhadap pendapat
bahwa karena koperasi harus melayani yang lemah dan kecil, maka
usaha koperasi tidak dapat menjadi besar. Pendapat demikian ini
adalah keliru, karena justru untuk memperoleh kelayakan usahanya,
setiap koperasi harus didorong dan dikembangkan menjadi besar
dengan menghimpun kekuatan ekonomi dari mereka yang lemah dan
kecil-kecil. Memang perlu ditegaskan bahwa besarnya usaha
koperasi seperti di atas bukanlah tujuan, tetapi hanya merupakan
dampak dari suatu upaya untuk dapat mengembangkan dirinya
secara efektif dan efisien.
Tolak ukur perkembangan koperasi Indonesia bukan saja
besar atau kecilnya volume usaha atau sumbangannya dalam
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kurang relevan kalau
mengukur keberhasilan koperasi dengan ukuran keberhasilan BUMN
atau swasta. Yang menjadi ukuran koperasi Indonesia adalah sejauh
mana usaha koperasi itu terkait dengan usaha anggotanya terutama
golongan ekonomi lemah, dan pada gilirannya dapat menghasilkan
manfaat sebesar-besarnya dalam proses peningkatan kesejahteraan
mereka. Dengan perkataan lain yang diukur adalah sumbangannya
secara langsung dalam proses melaksanakan fungsi pemerataan.
Dengan cara pandang demikian koperasi yang memiliki usaha kecil,
namun terkait dengan kegiatan usaha para anggotanya akan
memiliki bobot kwalitas yang lebih tinggi dibanding dengan koperasi
yang memiliki usaha besar tetapi tidak terkait dengan kegiatan
usaha atau kepentingan para enggotanya.
Dalam hubungan itu tepatlah apa yang dikatakan mantan
Presiden Soeharto bahwa, “masih ada yang berpendapat bahwa
koperasi tertinggal jauh dibandingkan BUMN dan perusahaan
swasta, karena tidak ada koperasi yang memiliki bangunan megah
atau usaha berskala besar. Padahal tujuan koperasi bukanlah untuk
mendirikan usaha besar serta gedung mewah. Tetapi yang jelas
68
tugas utama koperasi adalah tetap berusaha meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya.”
Selanjutnya dalam rangka mengukur keberhasilan
pembangunan koperasi juga terdapat pandangan yang kurang tepat
apabila dilakukan dengan membandingkan kelambanan proses
perkembangan koperasi di Indonesia dengan kecepatan kemajuan
koperasi di negara-negara lain, terutama negara-negara maju. Hal
ini disebabkan karena koperasi yang sudah pesat kemajuannya di
negara lain pada umumnya telah berkembang rata-rata lebih dari 50
tahun. Sedangkan di Indonesia perkembangan koperasi mulai
dibangun secara konseptual dan intensif sejak Pelita II. Di samping
itu di negara yang koperasinya sudah maju, pada awal
perkembangannya, koperasi tidaklah diberi peran formal untuk
mengatasi kemiskinan. Kalau toh ada golongan ekonomi lemah pada
saat itu maka jelas golongan tersebut kondisinya jauh lebih baik
dibanding dengan kondisi golongan ekonomi lemah di Indonesia.
Dengan posisi seperti itu adalah hal wajar apabila koperasi
Indonesia tumbuh lebih lamban, karena membangun koperasi
Indonesia tidak mudah dan sederhana mengingat umumnya koperasi
dibentuk oleh mereka yang bermodal kecil, berketerampilan
sederhana dan tidak memiliki pengetahuan manajemen yang
memadai.
Setelah diketahui dengan jelas fungsi koperasi di Indonesia,
maka permasalahan selanjutnya adalah bagaimana strategi
pembangunannya. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa
masalah utama dalam pengembangan koperasi Indonesia adalah
belum tersedianya jaminan pasar, kelemahan manajemen dan
keterbatasan modal. Masalah seperti itu perlu segera diatasi dengan
strategi pembinaan yang tepat dan efektif, serta tetap mengacu
pada strategi pembangunan nasional kita seperti yang telah
diuraikan di atas, yaitu strategi keterkaitan integratif.
Strategi itu telah mulai dilaksanakan sejak Pelita II yang lalu,
dengan upaya mengembangkan koperasi Indonesia di pedesaan yang
kita kenal dengan Koperasi Unit Desa [KUD]. Strategi itu telah
berhasil tidak saja mengembangkan KUD-KUD yang sebagian besar
telah mandiri, namun juga sekaligus mampu mengembangkan mitra
usahanya baik swasta maupun BUMN. Namun demikian harus diakui
bahwa keberhasilan tersebut belum lagi optimal. Koperasi Indonesia
belum lagi dapat berfungsi secara efektif terutama dalam rangka
mengangkat rakyat kita yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Itu merupakan tantangan besar bagi koperasi Indonesia.
Untuk itu strategi keterkaitan integratif tersebut harus lebih
digalakkan dan dimantapkan dalam pelaksanaannya di masa
mendatang.
Selanjutnya suatu aspek lain yang perlu kita bahas adalah
agar proses hasil keterkaitan integratif itu dapat optimal dan
efisien, seyogyanya ketiga wadah pelaku ekonomi tidak berupaya
untuk mengembangkan dirinya menjadi organisasi yang eksklusif.
Dalam hubungan ini koperasi Indonesia juga harus lebih terbuka
karena sikap eksklusifnya hanya akan semakin memperlemah
69
posisinya. Melalui keterbukaan tersebut, semua aset nasional akan
dapat dimanfaatkan untuk menjadi faktor pendorong dalam
mempercepat perkembangan koperasi Indonesia, tanpa harus
kehilangan asas sendi-sendi dasarnya.
Untuk itu, di samping terus mengembangkan kekuatan
jaringan koperasi sendiri, seharusnya yang lebih penting adalah
menyempurnakan kebijaksanaan dan strategi pembangunan koperasi
Indonesia sebagai suatu sistem yang lebih terpadu. Melalui sistem
tersebut, di samping akan dapat dimanfaatkan instansi pembina
koperasi terkait juga akan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain yang
berkepentingan, terutama kedua wadah pelaku ekonomi lainnya
untuk membantu bekerjasama dalam membangun koperasi berdasar
kerangka hubungan keterkaitan integratif seperti diuraikan di atas.
Sebagai contoh aktual, misalanya pengembangan aspek
permodalan koperasi. Untuk mengatasi keterbatasan permodalan
yang dimiliki koperasi, di samping mengembangkan lembaga
keuangan [bank maupun lembaga keuangan bukan bank] milik
koperasi sendiri, koperasi Indonesia harus dapat mengembangkan
suatu sistem permodalan koperasi Indonesia yang dapat
dimanfaatkan oleh lembaga keuangan non-koperasi untuk
membantu mengatasi kebutuhan permodalan koperasi tersebut.
Ketentuan dan kebijaksanaan Pakjan 29/1990 misalanya adalah
salah satu bentuk kongkrit dari sistem permodalan koperasi. Melalui
ketentuan itu semua lembaga keuangan bank milik pemerintah,
swasta maupun koperasi dapat bersama-sama berkiprah untuk
mengatasi dan membangun permodalan koperasi yang kokoh dan
kuat.
Selanjutanya dalam rangka menyempurnakan kebijaksanaan
strategis pembangunan koperasi Indonesia tersebut di atas,
ketentuan-ketentuan yang ada dan tidak relevan perlu ditinjau
kembali dengan pengertian untuk mempercepat peningkatan
kwalitasa internal organisasi koperasi agar benar-benar dapat
menjadi lembaga usaha yang efisien dan mandiri. Melalui langkah
itu, diharapkan koperasi Indonesia akan mampu memanfaatkan
peluang yang dihadapi dalam kegiatan usahanya sendiri, dan
selanjutnya mampu mengembangkan hubungan keterkaitan
integratif dengan dua wadah pelaku ekonomi lainnya.
Sejarah mencatat bahwa citra koperasi pernah merosot
hingga titik terendah pada masa lalu. Hal itu disebabkan karena
terjadinya praktek-praktek berkoperasi yang sudah jauh
menyimpang dari prinsip dan sendi dasar koperasi sendiri.
Akibatnya, saat itu rakyat telah kehilangan kepercayaan terhadap
koperasi. Sekiranya dibiarkan, akan diperlukan waktu yang relative
sangat lama untuk menumbuhkan kembali kepercayaan rakyat itu.
Oleh sebab itu pemerintah berkewajiban untuk membantu upaya
membangun kembali citra koperasi. Yang terpenting untuk
diketahui adalah bahwa keterlibatan pemerintah itu bukanlah
keterlibatan permanen, tetapi hanya bersifat sementara. Berdasar
hal itu kebijakan pemerintah untuk membina koperasi Indonesia,
khususnya koperasi pedesaan, adalah dengan menerapkan strategi
70
tiga tahap pembangunan: tahap ofisialisasi, tahap deofisialisasi dan
tahap otonomi.
Pada tahap ofisialisasi, pemerintah secara sadar mengambil
peran besar untuk mendorong dan mengembangkan prakarsa dalam
proses pembentukan koperasi. Lalu, membimbing pertumbuhannya
serta menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan. Sasarannya
adalah agar koperasi dapat hadir dan memberikan manfaat dalam
pembinaan perekonomian rakyat, yang pada gilirannya diharapkan
akan menumbuhkan kembali kepercayaan rakyat sehingga
mendorong motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan
koperasi tersebut.
Tahap deofisialisasi ditandai dengan semakin berkurangnya
peran pemerintah. Diharapkan pada saat bersamaan partisipasi
rakyat dalam koperasi telah mampu menumbuhkan kekuatan intern
organisasi koperasi dan mereka secara bersama telah mulai mampu
mengambil keputusan secara lebih mandiri.
Tahap ketiga adalah otonomi. Tahap ini terlaksana apabila peran
pemerintah sudah bersifat proporsional. Artinya, koperasi sudah
mampu mencapai tahap kedudukan otonomi, berswadaya atau
mandiri.
Tahapan tersebut di atas telah dilaksanakan secara konsisten
sejak Pelita II, di mana pemerintah pertama-tama memprakarsai
untuk menyusun konsep kelembagaan koperasi pedesaan. Kemudian
melaksanakannya melalui pilot project yang kita kenal dengan
proyek BUUD. Proyek tersebut berhasil dan kelembagaan BUUD
disempurnakan menjadi KUD melalui Inpres no. 4/1973. Di dalam
Inpres tersebut di samping penegasan KUD sebagai koperasi
pertanian serta usaha, juga diletakkan berbagai kebijakan dan
strategi pembangunannya. Inpres tersebut kemudian disempurnakan
kembali melalui Inpres no. 2/1978 dan yang terakhir adalah Inpres
no. 4/1984 di mana fungsi dan peran KUD diperluas sebagai koperasi
pedesaan serba usaha yang pembangunannya dikaitkan sebagai
bagian integral dari pembangunan ekonomi pedesaan.
Awal Pelita V hingga Pelita VI merupakan masa transisi tahap
terakhir, yaitu tahap otonomi. Langkah strategis yang telah
dilakukan pada awal Pelita V adalah dengan mengembangkan
program KUD mandiri di mana pada awal Pelita V telah terwujud
2.929 KUD mandiri. Pada akhir Pelita V lebih dari 4000 KUD yang
tersebar di setiap kecamatan di seluruh Indonesia merupakan KUD
yang minimal telah mencapai posisi awal kemandiriannya.
Keberadaan KUD mandiri tersebut akan semakin memperkecil
keterlibatan langsung pemerintah dalam upaya mengembangkan
koperasi. Pada gilirannya, yaitu dalam Pelita VI seluruh KUD mandiri
tersebut diharapkan telah mampu mencapai posisi yang sepenuhnya
mandiri. Sedangkan KUD yang aktif lainnya telah memasuki awal
kemandiriannya.
Hasil-hasil positif dari kebijakan pembangunan koperasi
tersebut di atas kalau kita nilai secara jujur dan obyektif adalah
merupakan hasil upaya keterlibatan pemerintah yang sangat positif.
Barangkali suatu pemikiran yang kurang tepat bahwa peranan
pemerintah selama ini dalam pembangunan koperasi menjadi
“counter productive” dan menghasilkan KUD-KUD milik pejabat
pemerintah. Yang sebenarnya terjadi di lapangan justru sebaliknya,
bantuan pemerintah dalam bentuk pemberian bimbingan, fasilitas
dan perlindungan kepada KUD khususnya ternyata telah mampu
mendorong prakarsa masyarakat perdesaan untuk bangkit dan
berpartisipasi dalam membangun koperasinya sendiri, sehingga KUD
mulai tumbuh sebagai gerakan masyarakat pedesaan yang mandiri.
Proses pembinaan yang sama sesungguhnya juga telah
dilakukan pemerintah dalam membangun BUMN-BUMN dan swasta
sejak Orde-Baru, di mana pada saat ini banyak BUMN dan swasta
yang telah mampu menjadi perusahaan-perusahaan besar yang
mandiri dan tangguh setelah melewati masa-masa sulit sebelumnya.
BUMN dan Swasta yang telah mapan merupakan bukti ekonomi yang
pada tahap selanjutnya dikuatkan oleh sehatnya Koperasi Mandiri.
Koperasi menjadi "alat yang menyejarah" bagi tumbuh dan
berkembangnya ekonomi rakyat. Koperasi menjadi wadah ekonomi
yang politis agar cita-cita rakyat banyak dapat terpenuhi. Karena
itu, koperasi harus dipelajari dari sejarahnya yang panjang. Sejarah
pergerakan bangsa dalam upaya kemartabatan bangsa.

Nama : David Bernato
Kelas : 2 EA 07
Reference : By google.com

Jumat, 24 Desember 2010

Koperasi sekolah

1. Pengertian Koperasi Sekolah

Koperasi Sekolah ialah koperasi yang didirikan oleh para siswa sebagai tempat pendidikan dan latihan berkoperasi di sekolah. Koperasi Sekolah tidak berbentuk badan hokum, tetapi mendapat pengakuan sebagai perkumpulan koperasi dari Kantor Departemen Koperasi.

Adapun pertimbangan koperasi sekolah yaitu :

1. menunjang program pembangunan pemerintah di sector perkoperasian melalui program pendidikan sekolah.

2. menumbuhkan koperasi sekolah dan kesadaran berkoperasi di kalangan siswa.

3. membina rasa tanggung jawab, disiplin, setia kawan,dan jiwa koperasi.

4. meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berkoperasi agar berguna kelak di masyarakat

5. membantu kebutuhan para siswa dan mengembangkan kesejahteraan siswa di dalam dan luar sekolah

Kerja sama koperasi berlandaskan individualitas dan solidaritas. Nilai individualis tidak dikobarkan untuk tujuan kerja sama, tetapi untuk isi mengisi dan dikembangkan.

2. Fungsi Koperasi sekolah

Fungsi atau manfaat koperasi sekolah :

a. Merupakan alat pendidikan dan penerapan pengetahuan di bidang ekonomi dengan berasas gotong-royong

b. Merupakan alat untuk mengusahakan kebutuhan sekolah bagi para siswa

c. Sebagai tempat kegiatan menabung di sekolah

3. Tujuan Koperasi Sekolah

Tujuan didirikan Koperasi sekolah yaitu

a. Memasyarakatkan koperasi melalui pendidikan ekonomi dan koperasi di sekolah

b. Menanamkan dan mendidik kesadaran hidup bergotong-royong dan setia kawan di antara para siswa

c. Menumbuhkan rasa tanggung jawab, disiplin, dan jiwa demokrasi pada siswa

d. Menunjang pendidikan sekolah ke arah kegiatan-kegiatan praktis yang dapat memenuhi kebutuhan para siswa

e. Menunjang program pembangunan pemerintah di sector perkoperasian melalui program pendidikan koperasi di sekolah

f. Mendidik para siswa agar menjadi Warga Negara Indonesia yang berguna dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan negara

4. Berbagai jenis usaha koperasi sekolah

Untuk mencapai maksud dan tujuan, koperasi menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut:

1. Unit usaha pertokoan, menyediakan alat tulis-menulis, buku-buku pelajaran, pakaian seragam sekolah, alat-alat praktek sekolah. Misalnya : alat menggambar, alat praktek biologi, alat praktek kimia dan lain-lain

2. unit usaha kafetaria atau kantin, menyediakan minuman dan makanan (kecil) para siswa

3. Unit usaha simpan pinjam, mewajibkan para anggota (siswa di sekolah) untuk membayar simpanan wajib secara teratur dan menggiatkan anggota untuk menabung atau menyimpan sukarela secara teratur agar mudah pengelolaannya

4. Unit usaha jasa, misalnya jasa fotokopi, jasa penjilidan, jasa pengetikan

5. Pengurus Koperasi sekolah

Ketentuan kepengurusan koperasi sekolah sebagai berikut:

a. Koperasi sekolah dipimpin oleh pengurus dari kalangan anggota koperasi sekolah yang dipilih rapat anggota

b. Umumnya bendahara dan pengawas dipilih dari kalangan siswa/ murid anggota koperasi

c. Pengawas dan bendahara bertanggung jawab kepada pimpinan/ kepala sekolah

Pengurus koperasi sekolah terdiri atas :

a. Para siswa anggota koperasi

b. Jumlah anggota atau pengurus 5 orang dan sekurang-kurangnya 3 orang

c. Kepala sekolah dapat menunjuk beberapa orang guru untuk ikut serta menjadi pengurus koperasi sekolah, dengan ketentuan sebanyak-banyaknya sepertiga dari jumlah anggota pengurus yang dipilih oleh para anggota

6. Modal Koperasi Sekolah

a. Modal Koperasi sekolah diperoleh dari :

1) Simpanan anggota

2) Cadangan

3) Pinjaman

4) Bantuan dari pemerintah dan pihak lain serta

5) Sisa hasil usaha yang tidak dibagi

b. Modal yang diperoleh dari simpanan anggota ialah :

1) Simpanan pokok

2) Simpanan wajib

3) Simpanan wajib khusus

4) Simpanan sukarela

c. Pinjaman dapat diperoleh dari :

1) Pemerintah atau dari sekolah yang bersangkutan,

2) Orang tua murid/ BP3

3) Koperasi lain, dan

4) Lembaga perkreditan, misalnya dari bank