Rabu, 26 Mei 2010

Efektif atau Efisien

Kalau Anda ditanya penting mana antara efektif dan efisien? Maka, jawaban spontan adalah kedua-duanya. Sekarang kalau ditanya, mana yang lebih penting? Dan dipertajam dengan, kalau harus pilih salah satu, utamakan efektif atau efisien? Pada umumnya langkah pertama adalah melakukan cutting cost. Tindakan cutting cost pasti dilandasi oleh semangat efisiensi.

Baiklah saya ceritakan 2 kasus berikut yang baru saja diceritakan rekan baik saya Pak Yongky dari The Nielsen Company Indonesia siang tadi. Nama dua peritel yang dikisahkan akan saya rahasiakan karena tidak ingin menimbulkan prasangka-prasangka lain selain ingin berbagi tentang topik di atas.

Dua buah peritel dengan format bisnis serupa. Bagaimana mereka bertindak menghadapi isu krisis ekonomi babak kedua yang gencar diberitakan di media massa sejak akhir tahun lalu.

Peritel A, melakukan efisiensi di segala bidang dengan melakukan cutting cost di segala bidang. Termasuk mengurangi tenaga kerja, mematikan AC (tokonya lebih panas dan pengap), mengurangi penerangan dengan mematikan sebagian lampu (tokonya lebih redup), dan tindakan-tindakan lainnya yang kesemuanya bertujuan menekan cost. Herannya tidak disertai upaya keras untuk melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan peningkatan sales.

Peritel B, menghadapi situasi yang sama namun melakukan hal yang sama sekali berbeda. Krisis adalah saat berbenah. Mereka lakukan sejak tahun lalu. Beberapa toko berwajah baru, konsep baru, lebih cling, lebih terang dan lebih modern. Tampilan karyawannya pun dipoles sehingga lebih menarik. Di segi merchandising, mereka belajar dari situasi ekonomi masyarakat. Di bidang fashion, masyarakat tetap ingin sepatu baru, baju baru, meskipun uang sedang seret. Solusinya? Adakan sepatu, baju, dan produk murah lainnya. Tidak perlu yang mahal karena harga sebanding dengan kualitas, bukan? Jadi dengan kualitas yang tidak setinggi biasanya namun tidak kalah mode dengan trend terkini maka harga bisa lebih murah. Upaya yang dilakukan peritel B pun menampakkan hasil.

Menutup semester 1 peritel A membukukan penurunan sales, sedangkan peritel B malah menunjukkan kinerja yang sangat memuaskan, tetap tumbuh bahkan 2 digit.

Belajar dari dua kisah di atas, pada umumnya tindakan pertama kita dalam menghadapi krisis adalah menekan cost. Jarang sekali peritel berpikir bagaimana meningkatkan sales. Saya tidak ingin mempertentangkan kedua tindakan tersebut. Namun saya ingin menganjurkan supaya segala daya upaya kita bukannya digunakan untuk bagaimana memikirkan menekan cost, tetapi gunakan itu untuk meningkatkan sales. Tentu saja, sumber daya yang sudah ada harus produktif. Ini saatnya berbenah dari segala sisi. Semua orang harus pada performance terbaiknya. Justru pada saat krisis akan lebih mudah melihat siapa yang memberi kontribusi terbaiknya.

Efisien adalah baik. Bukan karena krisis kita harus efisien namun sebaiknya efisien sejak awal. Bukan karena krisis kita lalu memotong segala hal. Ingat tujuan utama dari bisnis kita. Menciptakan sales dan profit melalui upaya menyediakan kebutuhan pelanggan melalui ketersediaan barang, pelayanan yang prima, dan kepantasan harga dengan manfaat yang diperoleh.

Jika fokus Anda hanya pada cutting cost, pertanyaannya, bagaimana menyediakan kebutuhan yang diinginkan pelanggan? Contoh, di fresh product. Karena khawatir akan stock berlebih tidak terjual, kita tidak menjual sea food secara lengkap melainkan hanya pada week end. Lalu kalau hari biasa ada pelanggan yang ingin belanja sea food? Mereka harus kecewa dan ke tempat lain. Artinya kita tidak bisa diandalkan sebagai tempat belanja harian, melainkan tempat belanja akhir pekan saja.

Karena ingin efisien kita tidak mengoperasikan penuh AC, akibatnya toko menjadi lebih panas, pelanggan harus berkeringat belanja di tempat kita. Inikah layanan yang prima itu?

Karena ingin efisien,beberapa lampu dimatikan, bahkan yang putus tidak diganti dengan yang baru. Maka toko kita akan redup dan menimbulkan suasana remang-remang yang tidak bersemangat. Sama seperti semangat pengelolanya yang mulai redup.

Karena ingin efisien rasio pegawai dengan luasan area tidak sebanding mengakibatkan sulit sekali memuaskan pelanggan. Berapa sering pelanggan harus mencari-cari petugas kita yang seringkali menghilang dari peredaran di lapangan.

Tentu saja kasus-kasus di atas sama sekali jauh dari kebutuhan dasar dari sebuah bisnis retail yang seharusnya. Barangkali ini saatnya kita meninjau ulang taktik dan strategi kita dalam menghadapi krisis. Jika Anda mengutamakan kepentingan pelanggan Anda, mudah-mudahan mereka melihat kesungguhan itu dan menjadi setia dengan bisnis Anda. Mohon diingat 68% pelanggan beralih ke kompetitor Anda karena mendapatkan pelayanan yang tidak layak. Service tidak hanya sekedar ramah. Padahal tampilan ramah jauh lebih mudah dilakukan. Kalau untuk ramah saja kita bisa gagal, bagaimana untuk melakukan yang lebih dari itu. Semoga berguna.

Catatan: sebagai referensi, Anda bisa baca di 2 buku saya yang sudah terbit mengenai perluasan dari Service

Tidak ada komentar:

Posting Komentar